Penyakit Parkinson Bisa Serang Usia Lebih Muda, Apa Penyebabnya?

iaminkuwait.com, TANGERANG – Penyakit parkinson biasanya menyerang orang berusia di atas 60 tahun. Namun tidak menutup kemungkinan terjadi pada usia lebih muda karena faktor genetik dan lingkungan.

“Sampai saat ini penyebab pasti kematian neuron tersebut belum diketahui sepenuhnya, namun kombinasi faktor genetik dan lingkungan diyakini berperan dalam berkembangnya penyakit ini,” kata Dr. Frandy Susatia, yang juga kepala dari Bagian Neurologi Bagian Parkinson dan Gangguan Gerak RS Siloam, dalam keterangan yang diterima di Tangerang, Minggu (11/11/2024).

Penyakit Parkinson adalah penyakit neurodegeneratif progresif yang mempengaruhi sistem motorik tubuh. Gejala utama yang sering muncul adalah tremor atau gemetar, kekakuan otot, bradikinesia atau gerakan lambat, serta gangguan postur dan keseimbangan.

Penyakit ini disebabkan oleh matinya neuron di substansia nigra, bagian otak yang memproduksi dopamin, neurotransmitter penting yang mengatur pergerakan. “Kekurangan dopamin menyebabkan gangguan komunikasi antara otak dan otot sehingga sulit mengontrol gerakan,” kata dr Fandy yang juga bekerja di RS Siloam Kebon Jeruk.

Ia mengatakan, RS Siloam Kebon Jeruk sebagai salah satu Pusat Gangguan Pergerakan bermitra dengan Medtronic memberikan layanan perawatan lebih dari 60 implan yang dipasang di tubuh pasien. Tahun ini, Rumah Sakit Siloam Kebon Jeruk akan melakukan implantasi pertama Percept PC berteknologi terdepan milik Medtronic di Indonesia.

“Kolaborasi ini menandai keberhasilan puluhan tahun dalam penerapan terapi DBS, namun juga merayakan kemajuan teknologi yang akan membawa manfaat lebih besar bagi pasien Parkinson,” ujarnya.

Percept PC merupakan perangkat DBS terbaru Medtronic yang dilengkapi dengan teknologi BrainSense. Teknologi ini memungkinkan perangkat mendeteksi dan memantau aktivitas otak secara real time. Pada saat yang sama, Teknologi BrainSense bekerja dengan mengidentifikasi sinyal listrik otak yang berhubungan dengan gejala Parkinson.

Fitur ini memungkinkan pasien dan dokter memantau respons otak terhadap rangsangan secara real time, sehingga memungkinkan penyesuaian lebih cepat dan tepat. “Hal ini diharapkan dapat meningkatkan hasil pengobatan dan kualitas hidup pasien secara keseluruhan,” kata Dr. Petra Wahjoepramono, pakar bedah saraf.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *