iaminkuwait.com, Malang – Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) senantiasa berkomitmen merawat dan mendukung keberagaman dan persatuan Indonesia. Salah satunya tercermin dalam seminar nasional bertajuk “Integrasi Keberagaman untuk Merah Putih” yang digelar pada 28 Oktober 2024. Berbagai kalangan pun ikut berpartisipasi, mulai dari tokoh budaya, tokoh berbagai kelompok agama, komunitas geng pelatihan, dan gerakan mahasiswa. organisasi dll.
Mereka menghadiri dan menunjukkan komitmen bersama terhadap keberagaman masyarakat dari latar belakang agama yang berbeda. Dimulai dari Sekretaris Jenderal Forum Komunikasi Antaragama Malang Raya (FKAUB), dan dihadiri oleh Ketua PHDI Malang Istiana Pdt Dr David Tobing hingga dosen UMM Pradhana Boy yang juga merupakan duta internasional dialog antaragama. Kesatuan cara pandang ini menjadi cara menarik memeriahkan Hari Janji Pemuda Indonesia di UMM untuk mempertegas keberagaman merah putih.
Masterclass ini merupakan bagian dari rangkaian acara rutin Festival Nasional yang diadakan setiap tahun oleh UMM. Dimulai setiap tahun pada awal Oktober bertepatan dengan Sumpah Pemuda, dan terus mempertemukan tokoh lintas agama dari berbagai daerah.
Berbicara mengenai hal ini, Rektor UMM Profesor Nazaruddin Malik menjelaskan bahwa kemanusiaan tidak hanya terdiri dari perbedaan gender dan usia. Akar budaya dan agama juga menjadi isu strategis yang perlu diperhatikan bersama. Oleh karena itu, seminar nasional yang diselenggarakan di UMM memegang peranan penting. Apalagi UMM berdiri dengan mengusung slogan “Dari Muhammadiyah Untuk Berbangsa”. Oleh karena itu, Kampus Putih meyakini bahwa setiap orang adalah setara dan berkedudukan sama sebagai anak bangsa.
Perdana Menteri Sumbawa meyakini bahwa pekerja kebudayaan seperti guru, pemuka agama, dan aktivis kebudayaan menghadapi tantangan besar dalam menerjemahkan budaya ke dalam konsep keagamaan yang dianut oleh seluruh umat manusia. Membantu masyarakat menghindari diskriminasi terhadap orang lain dalam semua karakteristik budaya. Dengan cara ini, setiap orang merasa nyaman dan tidak merasa terisolasi, bahkan di antara orang yang berbeda.
“Ini merupakan tantangan besar yang harus segera diatasi menjelang peringatan 100 tahun berdirinya Indonesia. Kita sudah mendekati tahun 2045, dimana Indonesia digadang-gadang akan menjadi negara yang sejahtera. Sekali lagi selamat merayakan Sumpah Pemuda Indonesia dan keberagaman. Mari perkuat seksualitas kita,” ujarnya.
Sementara itu, Pendeta David Tobing menyinggung pentingnya komunikasi, diskusi dan dialog antar komunitas agama. Beliau juga berbicara tentang perspektif dan peran Kristiani dalam mencapai perdamaian dan persatuan di Indonesia. Dalam agama Kristen, perdamaian dan persatuan adalah hal yang mutlak dan harus diwujudkan dalam kehidupan. Seperti yang dikatakan dalam Matius 5:9, “Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah.”
“Keharmonisan antar umat beragama harus diupayakan secara aktif melalui komunikasi yang baik, salah satunya diterapkan dalam program FKAUB Barikan Anak Nusantara yang mempertemukan masyarakat dari berbagai latar belakang agama, budaya, dan keyakinan. “Kami yakin keberagaman agama akan membawa perdamaian dan persatuan di nusantara ini dengan menanamkan semangat perdamaian dan persatuan pada diri anak-anak dan komunitas lintas agama di negeri ini.” imbuhnya.
Sementara itu, Ketua Parizada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Istiana menekankan pengakuan perdamaian dan persatuan dalam perspektif agama Hindu. Ia menekankan orientasi lima keyakinan agama Hindu yang disebut ‘Pancha Shraddha’. Wanita yang akrab disapa Rati ini juga menekankan pentingnya kerukunan dalam mewujudkan kehidupan persaudaraan yang tenang dan damai. Menurutnya, keberagaman suku, ras, agama, dan budaya tidak boleh menjadi penghalang untuk mencapai “kehidupan harmonis” di nusantara.
“Setiap bentuk pengabdian yang kita lakukan dengan cara kita masing-masing adalah untuk mengabdi kepada Tuhan Yang Maha Esa. Saudara-saudara kita harus menjunjung tinggi nilai-nilai moral Asa, kasih sayang dan kasih sayang. Oleh karena itu, nilai ‘thatt tvam asi’ juga demikian tertanam dalam diri kita, artinya aku adalah kamu dan kamu adalah aku,” ujarnya.
Pradhana Boy memberikan penjelasan serupa. Ia fokus membahas fenomena fragmentasi yang terjadi saat ini dan situasi dunia saat ini. Faktor penyebabnya antara lain ekonomi global, geopolitik, perang, perubahan iklim, gejolak, dan identitas. Menariknya, ia menekankan pentingnya memahami sejarah bangsa atau bangsa Indonesia, mulai dari awal masa Hindu-Buddha, masa Kesultanan Islam, masa kemerdekaan, hingga masa bernegara. Menurutnya, arti sebenarnya dari integrasi keberagaman adalah saling ketergantungan antar manusia.
“Perselisihan terjadi karena sebagian orang tidak memahami betapa pentingnya sejarah untuk mencapai perdamaian dan persatuan di dunia. Fenomena baru krisis antar umat beragama bukanlah persoalan agama bisa dicapai antar perbedaan. Meski agama kita berbeda, namun hakikat agama kita sama.