iaminkuwait.com, JAKARTA – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencatatkan perbaikan signifikan sebesar 2,46 persen, turun 189 poin hingga menutup pekan ini di level 7.505. Menurut Analis Ekuitas PT Indo Premier Sekuritas (IPOT) Imam Gunadi, pergerakan IHSG pada pekan lalu dipengaruhi oleh beberapa sentimen terkait.
Salah satu faktor utamanya adalah pertumbuhan ekonomi AS yang menunjukkan tanda-tanda melambat. Data PDB triwulan III tahun 2024 mencatat pertumbuhan sebesar 2,8 persen (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan triwulan II sebesar 3 persen.
“Pertumbuhan yang lambat kemungkinan besar akan meningkatkan kemungkinan The Fed menurunkan suku bunganya, yang bisa berdampak positif pada pasar saham global,” ujarnya dalam keterangannya kepada The Republic, Selasa (5/11/2024).
Menambah kekhawatiran terhadap kesehatan perekonomian AS, penurunan pertumbuhan juga terlihat pada laporan kinerja banyak perusahaan yang tidak memenuhi ekspektasi pasar. Terlebih lagi, ekspansi sektor manufaktur Tiongkok kembali menjadi berita. Pada bulan Oktober 2024, Indeks Manajer Pembelian (PMI) Manufaktur Tiongkok menunjukkan skor 50,1, mencerminkan pertumbuhan.
“Kembalinya PMI ke atas level 50 menandakan industri manufaktur Tiongkok mulai pulih berkat stimulus yang diberikan pemerintah dan bank sentral Tiongkok,” kata Iman.
Meningkatnya aktivitas di sektor ini diharapkan dapat meningkatkan permintaan komoditas Indonesia, termasuk batu bara. Kondisi inflasi di AS juga menjadi perhatian, dengan data PCE yang turun menjadi 2,1 persen (yoy) pada bulan September, mendekati target inflasi The Fed. Namun, dari dalam negeri, PMI manufaktur Indonesia masih berada pada level kontraksi sebesar 49,2 yang mengindikasikan adanya tantangan bagi sektor industri dalam negeri.
“Angka inflasi tahunan Indonesia yang turun menjadi 1,71 persen juga mencerminkan perlambatan permintaan domestik,” tambah Imam.
Menghadapi sepekan ke depan, Imam mengingatkan para pedagang untuk mewaspadai beberapa sentimen penting. Pertama, data PMI sektor jasa AS akan dirilis. Perkiraan menunjukkan PMI Layanan Global S&P naik menjadi 55,3, sedangkan ISM diperkirakan turun menjadi 53,3. “Angka-angka ini mungkin memberikan petunjuk lebih lanjut mengenai kekuatan perekonomian AS,” ujarnya.
Kedua, neraca perdagangan Tiongkok akan terus berlanjut dalam waktu dekat. Sebagai mitra dagang utama Indonesia, peningkatan neraca perdagangan Tiongkok akan sangat mempengaruhi fundamental perekonomian Indonesia.
Lebih lanjut, Indonesia juga akan mengumumkan data PDB kuartal ketiga yang diperkirakan melambat di angka 5 persen. “Jika hasilnya lebih baik dari ekspektasi pasar, bisa menjadi pertanda positif bagi IHSG,” imbuhnya.
Imam juga menyoroti kemungkinan penurunan suku bunga oleh The Fed yang akan diumumkan pada 8 November, di mana suku bunga FFR diperkirakan akan diturunkan sebesar 25 basis poin. Penurunan suku bunga ini diharapkan dapat meningkatkan aliran modal asing ke pasar Indonesia sehingga berdampak positif terhadap rupiah dan nilai tukar kawasan terkait, ujarnya.
Terkait rekomendasi saham, Imam mengemukakan beberapa opsi menarik. Pertama, Reksa Dana Saham Premier ETF SMINFRA18 yang diharapkan mendapat manfaat dari penurunan suku bunga karena dapat mendongkrak likuiditas dan investasi di sektor infrastruktur.
Kedua, saham PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG). Peningkatan PMI manufaktur Tiongkok dapat berdampak positif terhadap permintaan batu bara yang merupakan produk utama perusahaan.
Ketiga, saham milik PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) menjadi pilihan yang baik, mengingat kemungkinan The Fed menurunkan suku bunganya yang dapat memperkuat sektor perbankan dalam negeri. Situasi ini diharapkan dapat mendorong lebih banyak masuknya modal asing ke Indonesia.
Terakhir, ada saham milik PT Adaro Energy Tbk (ADRO) yang juga menarik untuk dicermati. Apalagi dengan rencana pembagian dividen yang berpotensi meningkatkan minat investor. “Ketika pasar sedang bergejolak, analisis mendalam dan pemantauan terus menerus sangat penting untuk menangkap peluang tersebut,” tegasnya.