Remaja Mulai Mencari Jati Diri, Ini yang Perlu Dilakukan Ortu Agar Anak tak Kebablasan

Radar Sumut, JAKARTA — Masa remaja merupakan masa penemuan diri dan pengembangan diri. Pada masa ini, anak mulai berusaha mengenal dirinya sendiri, mempelajari nilai-nilai yang diyakininya, dan mencari tempat yang cocok bagi dirinya.

“Perkembangan ini menciptakan jendela remaja yang signifikan,” kata peneliti Monash University Tanya Stephenson, seperti dikutip di atas, Rabu (17/4/2024).

Kaum muda dengan kesadaran diri yang lemah menghadapi masalah rasa percaya diri. Mereka mungkin juga berisiko lebih besar karena masalah kesehatan mental atau lebih rentan melakukan perilaku berisiko.

“Kaum muda dengan kesadaran diri yang kuat lebih berdaya dalam mengambil keputusan hidup. Hal ini memungkinkan mereka mengambil keputusan yang baik dan memiliki pandangan hidup yang positif,” kata Stephenson.

Selain mempengaruhi harga diri, identitas juga terlibat dalam membangun pemahaman diri dan membangun hubungan dengan orang lain. Oleh karena itu, penting bagi generasi muda untuk memiliki kepribadian yang baik.

“Memberikan dorongan melalui usaha, pilihan yang baik, dan kegigihan dari orang tua dapat membantu generasi muda membangun harga diri mereka,” kata konsultan dan direktur eksekutif TriumPeaks Ascension, Steven DeMille PhD LCMHC.

Secara umum, identitas mengacu pada cara seseorang mengenal dirinya berdasarkan nilai-nilai, keyakinan, dan posisinya di dunia. Beragam faktor internal dan eksternal seringkali mempengaruhi jati diri generasi muda.

Meskipun seorang remaja memiliki kendali atas perkembangannya sendiri, remaja dibentuk oleh kekuatan-kekuatan yang mengelilinginya di luar kendalinya, seperti teman, keluarga, sekolah, ras, dan lingkungan sosial lainnya. kata DeMille.

Anda harus mengetahui batasan Anda

Dalam proses pencarian jati dirinya, generasi muda kerap mengeksplorasi banyak hal dan tidak segan mengambil risiko. Terlebih lagi, generasi muda seringkali mengambil keputusan dengan cepat tanpa mempertimbangkan konsekuensinya.

Menurut Center for Parenting, hal ini terjadi karena bagian otak remaja belum sepenuhnya matang. Bagian otak ini berhubungan dengan pengendalian motorik dan kemampuan perencanaan.

“(Bagian otak itu) baru berkembang pada usia 25 tahun,” ujarnya.

Tidak mengherankan jika sebagian anak muda memiliki persepsi risiko yang berbeda dibandingkan orang dewasa. Perbedaan pemahaman ini membuat generasi muda melihat risiko nyata dari aktivitas berisiko yang mereka lakukan.

Oleh karena itu, terkadang anak muda ingin melakukan hal-hal yang tidak disetujui oleh temannya. Dengan melakukan hal ini, generasi muda berharap dapat mengesankan teman-temannya dan dianggap “normal”.

“Bahaya adalah hal biasa di kalangan anak muda, dan sebagian besar anak muda tidak mau mengambil risiko serius,” kata Asosiasi Anak-Anak.

Namun ada kalanya generasi muda berada dalam bahaya yang serius dan bisa terkena bahaya. Misalnya, mereka sering berkelahi, melanggar atau melanggar hukum, meminum alkohol, atau menggunakan narkoba.

Dalam situasi seperti ini, orang tua sangat dianjurkan untuk mencari bantuan dan bantuan dari pihak lain, termasuk tenaga profesional. Apalagi jika remaja juga menunjukkan dirinya berperilaku destruktif.

Badai yang sehat

Amal sejati perlu mengambil risiko untuk belajar sendiri. Orang tua perlu memastikan bahwa remajanya sehat.

Misalnya, orang tua memiliki anak kecil yang suka mengambil risiko dan mencari tantangan. Orang tua dapat menyalurkan energi tersebut ke aktivitas yang lebih produktif dan aman, seperti mendaki gunung atau bela diri.

Strategi lainnya adalah memberikan kemandirian dan kebebasan kepada anak-anak di tempat yang lebih aman dan tidak terlalu mengancam. Misalnya, orang tua ingin memilih warna rambut dan gaya pakaian anaknya.

Selain itu, masih banyak hal lain yang juga harus dilakukan orang tua untuk memeriksa identitas dan identitasnya. Beberapa dari mereka;

1. Beliau mengajak anak mendiskusikan perilaku dan akibat yang ditimbulkannya.

2. Saling sepakat mengenai peraturan yang harus dipatuhi oleh anak dan akibat yang akan diterima anak jika anak melanggar peraturan tersebut.

3. Mengajak anak berbicara tentang kehidupan dan nilai-nilai kemanusiaan.

4. Mereka selalu mengawasi anak-anaknya.

5. Selalu terhubung dan berkomunikasi dengan anak Anda.

6. Mendorong anak membangun jaringan sosial yang kuat.

7. Anak mendapat bantuan dari teman sebayanya untuk melakukan perbuatan buruk.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *