iaminkuwait.com, JAKARTA – Pembicaraan pembentukan Badan Pendapatan Negara masih terus berjalan. Ide ini termasuk dalam janji pra-pemilihan presiden terpilih Probov Subiant. Salah satu tujuannya adalah untuk mendukung reformasi perpajakan dan meningkatkan pendapatan negara. Dengan adanya lembaga pemerintah baru ini, maka Administrasi Umum Pajak, Administrasi Umum Kepabeanan dan beberapa fungsi Administrasi Umum Anggaran yang berkaitan dengan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) akan dipisahkan dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu ).
Faktanya, terdapat beberapa upaya untuk mereformasi kebijakan Kementerian Keuangan dan anak-anak perusahaannya yang terkait dengan pendapatan negara. Salah satunya diungkapkan dalam buku Metta Dharmasaputra Tanpa Batas: Reformasi dengan Hati. Buku tersebut merupakan biografi Menteri Keuangan Shri Mulyani Indrawati.
Buku tersebut mengklaim, pada awal reformasi Kementerian Keuangan yang dilakukan Sri Mulyani atau sekitar tahun 2006, terdapat raja-raja kecil di Kementerian Keuangan. Istilah ini populer baik di kalangan internal maupun eksternal Kementerian Keuangan. Raja-raja kecil ini merupakan direktur jenderal (dirjen) yang mempunyai kekuasaan sangat besar, terutama dalam urusan pajak, bea cukai, dan anggaran.
“Reformasi tidak mungkin dilakukan. Institusi harus berubah,” kata Marvanto Harjovirona, yang saat itu menjabat Wakil Presiden Kelompok Reformasi Birokrasi Departemen Keuangan, seperti dikutip dalam buku Tanpa Batas: Reformasi dengan Hati.
Kenapa berubah? Karena saat itu ada kelompok kekuatan yang luar biasa, ujarnya.
Buku tersebut juga bercerita betapa seksualnya isu mutasi atau penempatan pegawai di berbagai struktur Kementerian Keuangan. Pemindahan ini merupakan persoalan penting karena menentukan apakah karyawan tersebut berada di lokasi “basah” atau “kering”.
Kepegawaian yang memutuskan pemindahan adalah pihak yang mempunyai kekuasaan paling besar. Bahkan ada yang bilang kekuasaannya lebih besar dari CEO, kata Sri Mulyani.
Darmin Nasution “ketakutan” dengan anak buahnya
Ada pula cerita yang dituturkan Direktur Jenderal Pajak saat itu, Darmin Nasution. Sejak Darmin menjadi orang nomor satu di Direktorat Jenderal Pajak dan Cukai, ia menggencarkan mutasi, rotasi, dan promosi. Namun, ia sempat kaget ketika keputusan transfer dan promosi justru berbeda dengan hasil pertemuan.
“Kepala Staf banyak melecehkan saya, mereka mengubah keputusan,” kata Darmin geram.
Kejengkelan Darmin bertambah ketika mengetahui bahwa Biro Kepegawaian sangat berkuasa. Bahkan sudah ada praktik jual beli posisi langkah 3 dan 4 yang sudah berlangsung lama.
“Untuk kantor ‘basah’, biaya masuknya mahal,” kata Darmin.
Tak ada ampun, Darmin langsung mengambil tindakan tegas. “Saya musnahkan 100 persen seluruh pegawai, dari atas sampai bawah, saya buang,” kata Darmin.
Langkah tegas Darmin sejalan dengan apa yang dilakukan Sri Mulyani. Sri Mulyani dan Darmin menilai sikap tegas ini penting untuk menunjukkan bahwa reformasi birokrasi di Departemen Keuangan dan Badan Pusat Pajak tidak main-main. Hal ini juga menunjukkan bahwa kebijakan administrasi perpajakan merupakan bagian dari rencana reformasi birokrasi yang lebih besar yang dikembangkan oleh Kementerian Keuangan.
Ketika Sri Mulyani memulai reformasinya pada akhir April 2006, Direktorat Jenderal Pajak dan Bea Cukai menjadi sasaran utama. Darmin Nasution dan Anwar Supriyadi (saat itu Direktur Jenderal Bea dan Cukai) ditunjuk sebagai panglima baru di medan perang melawan maraknya praktik korupsi yang mengakar.
Awalnya, Darmin tak langsung menerima permintaan Sri Mulyani untuk memperkuat timnya. Hal ini bukan karena Sri sudah memasuki tahun ketiga di LPEM FE UI, melainkan karena usianya yang telah menginjak 57 tahun. Menurutnya, pemuda dibutuhkan untuk bertarung di medan yang “sengit”.
Namun Darmin akhirnya menyerah setelah Sri berkali-kali memintanya. Saya juga bisa memahaminya karena dibutuhkan seseorang di luar Direktorat Pajak serta seorang manajer umum senior untuk memimpin perubahan.
Berbekal keyakinan tersebut, Darmin tak segan-segan berduet dengan Sri Mulyani untuk memulai kerja besar reformasi birokrasi di Kementerian Keuangan. Hubungan saya dengan Bu Ani (Sri Mulyani) bukan hanya keakraban dan kedekatan, tapi kami sudah saling kenal, ujarnya.