iaminkuwait.com, GUNUNG KIDUL — Pemerintah menyalurkan dana desa ke berbagai desa di tanah air setiap tahunnya. Stimulus fiskal diharapkan dapat merangsang pembangunan desa.
Sayangnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengungkapkan justru ada dampak negatif atau surplus negatif. Salah satunya adalah potensi korupsi yang dilakukan oknum penyelenggara desa.
“Salah satu ekses negatifnya adalah korupsi. Korupsi dulunya terpusat. Saat ini, di era desentralisasi, korupsi bisa menjangkau kabupaten/kota, bahkan desa. dan Keistimewaan Perimbangan Keuangan Direktorat Jenderal Kementerian Keuangan (DJPK) Jaka Subat kepada wartawan saat press tour di Gunung Kidul, Yogyakarta, Kamis (2/5/2024).
Namun, kata dia, masyarakat terbuka untuk mengusut penyalahgunaan dana di lingkungan pemerintahan barangay. Contohnya adalah penggunaan dana desa untuk karaoke para pejabat barangay.
Jaka mengatakan, ada juga penggunaan dana desa yang terkesan tepat. Misalnya dana desa digunakan untuk membeli ambulans.
“Itu bagus, tapi ini didasarkan pada penipuan yang dilakukan oleh mitra pejabat barangay terkait.” Ini keterlaluan, perilaku korupsi juga terlihat dalam laporan Indonesia Corruption Watch (ICW),” ujarnya.
Data ICC menyebutkan pada tahun 2022 terdapat 155 kasus korupsi di desa. Jaka mengatakan, data tersebut sebenarnya merupakan gambaran surplus properti pedesaan yang negatif.
Oleh karena itu, lanjutnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah menyiapkan sejumlah strategi mitigasi agar kasus penyalahgunaan tidak terus terjadi. “Setiap kali ada penyalahgunaan dana desa, kami hentikan. Jadi jika kepala barangay atau aparat desa terkena suatu kasus, kami akan menghentikan dana desa sampai ada penjabat direktur yang ditunjuk. katanya.
Jaka menambahkan, ruang lingkup DJPK ada pada bagian penyaluran. Kemudian pendekatan selanjutnya, lanjutnya, ketika ada desa yang terdampak kasus korupsi, sebaiknya tidak mengikuti kompetisi untuk mendapatkan insentif desa, karena salah satu kriteria insentif di desa adalah tidak ada kasus korupsi. di desa.