iaminkuwait.com, JAKARTA – Rencana pemerintah mengubah skema subsidi Kereta Api Listrik (KRL) dari PSO atau menurunkan tarif berdasarkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) menuai kontroversi, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) memastikan ada belum ada keputusan akhir tentang hal itu.
Semuanya sedang dibahas dan dibicarakan, kata Juru Bicara Kementerian Perhubungan Adita Irawati saat dihubungi Republika di Jakarta, Kamis (5/9/2024).
Adita mengatakan Kementerian Perhubungan masih membahas rencana dukungan NIK terhadap KRL. Adita memastikan Kementerian Perhubungan akan duduk bersama kementerian lain sebelum mengambil keputusan.
“Kajian masih ada tujuan internalnya, sampai saat itu tentu akan dibahas berbeda-beda,” lanjut Adita.
VP Corporate Secretary KAI Commuter Indonesia atau KCI Joni Martinus mengatakan KCI sebagai operator akan menuruti keinginan pemerintah. KCI, lanjut Joni, tidak mempunyai kewenangan mengambil keputusan mengenai skema subsidi KRL atau masa depan KRL terkait perubahan.
Silakan ke Kementerian Perhubungan,” kata Johnny.
Johnny mengatakan, tarif KRL saat ini adalah Rp 8000 untuk rute KRL Yogyakarta-Surakarta. Saat ini tarif KRL Jabodetabek saat ini adalah Rp 3000 untuk 25 km pertama dan Rp 1000 untuk 10 km berikutnya.
Perubahan tarif terakhir terjadi pada tahun 2017, sebelumnya pada tahun 2015 tarif KRL Jabodetabek adalah Rp2.000 untuk 25km dan Rp1.000 untuk 10km berikutnya, kata Johnny.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Eric Thohir mengatakan Kementerian BUMN tidak berwenang memutuskan perubahan kebijakan tersebut.
“Kita BUMN, bukan kementerian yang mengambil kebijakan, bukan berarti kita membuang masalah, kita ikuti kebijakan,” kata Eric usai rapat dengan Komite VI DPR di Gedung DPR, Jakarta, Senin (2). /9/2024).
Eric pun sepakat siap bekerja sama dengan kementerian terkait untuk membahas masalah tersebut. Hal ini bertujuan untuk menemukan solusi yang lebih baik bagi masyarakat.
“Kalau ada rencana seperti itu saya kira kita harus berkumpul, biasanya ada Pak Ratan, kita ikuti, saya selalu setuju dengan rencana pemerintah apa pun, karena kita bagian dari pemerintah, jadi kita tidak bilang. : apa yang dilakukan pemerintah itu salah dan benar,” kata Eric.
Manajer Transportasi Joko Setigiovarno mengatakan permasalahan bermula dari dokumen keuangan tahun 2025 yang menyebutkan tiket KRL akan diberlakukan NIK.
Karena penerbitan tiket KRL dengan NIK itu berbicara tentang teknologi dimana pembeli tiket KRL menggunakan NIK yang sama dengan kereta api, kata Joko.
Joko mengatakan, program dukungan KRL merupakan bagian dari implementasi sistem pendukung dari NIK. Namun, Joko menilai masih perlu penelitian lebih lanjut mengingat kinerja KRL saat ini kurang baik.
“Saat ini subsidi masih dikaji dan akan diterapkan secara bertahap, mungkin dimulai dengan tarif khusus untuk lansia, penyandang disabilitas, pelajar, lalu untuk masyarakat berpenghasilan rendah,” kata Joko.
Pengguna KRL Jabodetabek, Rahman, mempertanyakan komitmen pemerintah dalam mendorong masyarakat menggunakan angkutan umum.
Bayangkan jika masyarakat yang biasa menggunakan KRL pindah ke sepeda motor atau mobil karena proyek ini. Jakarta tidak akan semakin ramai, kata Rahman.
Daripada mengubah sistem pendukung KRL, Rahman menilai pemerintah sebaiknya memperbanyak jumlah KRL. Rahman mengatakan, suasana di KRL penuh dan ramai saat berlari.
“Pemerintah harus memperhatikan jumlah perjalanan dan jadwal KRL Jabodetabek. Saat jam sibuk sepertinya padat, sehingga kadang-kadang bahkan untuk keluar pun sulit,” kata Rahman.