iaminkuwait.com, JAKARTA – Pemerintah berencana menambah kepemilikan saham di PT Freeport Indonesia (PTFI) sebesar 10 persen dan memperpanjang kontrak IUPK (Izin Usaha Pertambangan Khusus) perusahaan tersebut, kata Menteri Investasi/Kepala BKPM Pahlil Lahadalia. Upaya tersebut akan cukup untuk mendukung laba hingga tahun 2061.
Dalam siaran pers kementeriannya, Jumat (5/3/2024) di Jakarta, Pahlil mengatakan pembelian saham PTFI oleh pemerintah sejalan dengan kebijakan pemerintah untuk mencari keuntungan di Indonesia, khususnya di ekosistem kendaraan listrik. Selain itu, negara juga akan mendapatkan keuntungan dari dividen tersebut dengan memiliki saham yang besar.
“Sekarang Freeport sudah menjadi perusahaan milik pemerintah Indonesia karena kami mayoritas. Kami membeli hampir $4 miliar. Pada Kamis (02/05/2024), saat memberikan kuliah umum di Universitas Mangurat Lampung Banjarbaru, beliau menyampaikan, “Dari penghasilan tersebut, kini dividen tahun 2024 hampir dibayarkan atas penghasilan tersebut,” kata Bahlil.
Ia menambahkan, dengan kepemilikan saham mayoritas di PTFI, pemerintah bisa lebih mudah menerapkan kebijakan hilirisasi, khususnya pada produk tembaga. Bahlil mengatakan, pembangunan smelter PTFI di Grasik, Jawa Timur selesai karena kuatnya insentif pemerintah.
“Tiga miliar dolar AS untuk membangun smelter di Gracik. Sekarang sudah selesai, bulan Mei (operasional) dan kita sudah bisa memproduksi katoda tembaga di sana. “Dari 3 juta konsentrat yang dibawa dari Timika ke Gresik, dihasilkan 400.000 ton katoda tembaga dan 60 ton emas,” ujarnya.
Dalam hal ini, perpanjangan kontrak PTFI tidak bisa dilepaskan dari rencana produsen kawat tembaga tersebut, kata Bahlil. Kawat tembaga merupakan produk turunan tembaga yang dapat menghasilkan nilai 24 kali lipat.
Menurutnya, melalui produksi kawat tembaga, Indonesia akan semakin dekat dalam penerapan ekosistem industri kendaraan listrik di dalam negeri mulai dari hulu hingga hilir. “Nah, kalau kita punya tembaga, kita akan bangun pabrik mobil. “Kawat tembaga digunakan untuk menutupi baterai. Jadi mari kita ciptakan lingkungan di Indonesia di mana kita bisa menjadi negara manufaktur yang disegani secara global,” ujarnya.
Selain itu, Bahlil kembali menegaskan arah kebijakan pengurangan tenaga kerja yang dilakukan pemerintah. Menurutnya, negara harus memiliki arah politik yang jelas.
Ia juga mengingatkan Indonesia agar tidak mengulangi kesalahan yang sama dan hanya mengeksploitasi bahan mentah. “Kami dulu punya kekayaan minyak. Kami pernah menjadi bagian dari OPEC. Sekarang kita bukan bagian dari OPEC, kenapa? Karena konsumsi minyak kita 1 juta 500 ribu barel per hari. Produksi kita hanya 625.000 barel per hari. Itu adalah impor kami.” Kami mengimpor 870.000 barel minyak setiap hari.
Menurut dia, hal itu terjadi karena kebijakan yang salah. Untuk itu, kata dia, sebaiknya pemerintah mengubah arah kebijakan dengan menciptakan bottom line. Tujuannya adalah untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional dan menciptakan lapangan kerja yang berkualitas.