iaminkuwait.com, JAKARTA – Ekonom Senior INDEF Didak G. Racbini mengatakan perkembangan kisruh akhir-akhir ini patut diwaspadai. Dedich mengatakan defisit merupakan penurunan tingkat harga barang dan jasa secara umum yang dirasakan bermanfaat bagi masyarakat luas.
“Harga tidak naik, lalu kami, orang-orang terkenal, bergembira dan bergembira karenanya. Badan Pusat Statistik mencatat penurunan indeks harga konsumen (IHK) dari 106,28 pada Juni 2024 menjadi 106,09 pada Juli 2024,” kata Didaks dalam keterangannya yang ditulis di Jakarta, Jumat (8/2/2024).
Belakangan ini, lanjut Dedak, perekonomian Indonesia mengalami penurunan sebesar 0,18 persen pada Juli tahun ini dibandingkan CPI bulan sebelumnya (month-on-month/MTM). Didac mengatakan, penurunan terus terjadi selama tiga bulan terakhir.
Namun secara umum, kelangkaan ini biasanya merupakan gejala konsumen yang tidak mampu mengonsumsi suatu barang dalam jumlah besar atau setidaknya menunda konsumsinya, lanjut Dedic.
Dedek mengatakan bahwa meskipun harga yang lebih rendah mungkin tampak seperti hal yang baik bagi konsumen, hal ini merupakan fenomena ekonomi yang lebih besar dimana masyarakat secara ekonomi tidak mampu membeli barang-barang yang mereka butuhkan. Menurut Didak, defisit saat ini bisa berdampak negatif luas terhadap perekonomian jika kebijakan makro dan sektor riil tetap seperti sekarang.
“Kita dapat dengan jelas melihat penurunan belanja konsumen di depan mata kita. Konsumen menunda pembelian, berharap harga yang lebih rendah lagi di masa depan karena terbatasnya pendapatan dan banyaknya pengangguran,” lanjut Dedić.
Dalam hal kesempatan kerja, masalah yang lebih serius adalah pengangguran diadik yang saat ini terjadi, yang tidak dapat diukur secara akurat karena jumlah sektor informal yang cenderung terlalu besar. Dedak melaporkan bahwa bantuan sosial dalam jumlah besar sebagai alat jual beli suara politik tidak menghasilkan apa-apa dan menjadikan utang sebagai beban ekonomi politik yang melekat.
Didak mengatakan, dalam 10 tahun terakhir saja, pemerintah mewarisi utang yang sangat besar di tengah inflasi yang terus-menerus, penurunan pendapatan, dan lemahnya konsumsi akibat meningkatnya pengangguran. Didak mengatakan, kombinasi permasalahan industri yang serius, pengangguran, dan penurunan defisit membuat dunia usaha semakin berat.
“Sebagai anggota Dewan Pembina Cadin (dan mantan Ketua LP3E Kadin Pusat) saya melihat tidak banyak alternatif lain selain menekan biaya produksi yang pada akhirnya mengurangi jumlah tenaga kerja,” kata Daidaks. .
Dedak mengatakan anjloknya pendapatan dunia usaha menyebabkan turunnya konsumsi nasional sehingga terpaksa melakukan PHK atau pengurangan jam kerja. Dalam jangka panjang, upah mungkin stagnan atau menurun, dan dalam kasus seperti ini, pemberi kerja juga dapat menurunkan upah atau berhenti menaikkan upah.
“Secara makro, hal ini akan semakin menurunkan permintaan agregat dalam perekonomian,” lanjut Dedek.
Dedak mengatakan, pemerintahan Jokowi juga akan menyampaikan pemerintahan baru mengenai dampak makroekonomi. Ia memperingatkan bahwa perekonomian Indonesia dapat terkena resesi yang parah, karena inflasi yang terus berlanjut dapat memperburuk spiral inflasi.
Turunnya harga mengurangi aktivitas ekonomi, yang pada gilirannya menurunkan harga lebih jauh lagi. Hal ini dapat menyebabkan krisis yang berkepanjangan.
“Kontribusi dunia usaha tidak akan lebih besar, bahkan mungkin lebih kecil,” lanjut Dedić.
Didak mengatakan dunia usaha melakukan penyesuaian perencanaan dengan menunda atau membatalkan proyek investasi karena ketidakpastian pendapatan dan profitabilitas di masa depan. Dedic mengatakan ketika suku bunga nominal sudah rendah, defisit akan menaikkan suku bunga riil, membuat pinjaman menjadi lebih mahal, dan menghambat investasi dan belanja.
“Lupakan mimpi pertumbuhan ekonomi 8 persen jika persoalan rendahnya konsumsi tidak bisa diatasi untuk mengembangkan perekonomian di sektor riil, khususnya sektor industri,” kata Didak.