Miris, Sentimen Anti Imigran Eropa Masih Tinggi Padahal Berkontribusi Positif pada Ekonomi

iaminkuwait.com, JAKARTA – Kerusuhan anti imigran dan anti Islam yang meletus di Inggris menjadi yang terburuk dalam 13 tahun terakhir. Sentimen sayap kanan kembali meletus ketika berbagai kebijakan pemerintah Eropa mulai “menerima” dampak positif dari migrasi “orang asing” ke wilayah tersebut.

Islam bukanlah agama terbesar di Eropa. Namun jumlah penganutnya diperkirakan akan terus bertambah seiring berjalannya waktu, beberapa di antaranya mencari suaka karena konflik di negara asalnya.

Menurut laporan resmi, hampir 3,5 juta orang akan bermigrasi ke Eropa sebagai pengungsi dengan status suaka pada tahun 2022, Euronews mengutip. Warga Suriah dan Afghanistan tetap menjadi kelompok pencari suaka terbesar di Uni Eropa.

“Lonjakan migrasi baru-baru ini akibat perang dan ketidakstabilan berarti bahwa mereka yang mencari perlindungan sebagai migran, pengungsi, atau pencari suaka berdampak pada lanskap sosio-ekonomi Eropa dan negara-negara dalam beberapa cara,” tulis analis ekonomi Osama Rizv, dikutip Euronews Senin (05/08/2024).

Menurut Badan Suaka Uni Eropa, sekitar 100.000 permohonan akan diajukan pada tahun 2023. Statistik dari Organisasi Internasional untuk Migrasi juga menunjukkan bahwa 213.896 migran akan tiba di Eropa pada tahun 2022.

“Para migran dari beberapa negara Afrika seperti Aljazair dan Libya juga dilaporkan mencari perlindungan di Eropa,” ujarnya.

Karena banyaknya migran yang masuk setiap tahunnya, banyak negara Eropa memikirkan kembali kebijakan migrasi mereka untuk mempertimbangkan tekanan politik dan potensi konflik dengan warga negaranya sendiri. Namun tidak dapat dipungkiri terjadi peningkatan produksi pada sektor fiskal.

“Sebagian besar negara Eropa memandang migran sebagai imigran yang dapat meningkatkan stabilitas ekonomi jangka panjang negaranya,” tulisnya.

Setiap negara Eropa juga memiliki pendekatan berbeda terhadap migrasi massal. Setelah rekor migrasi mencapai 745.000 orang pada tahun 2022, pemerintah Inggris mengumumkan rencana untuk mengurangi jumlah migran.

Baru-baru ini, Prancis terlibat dalam perdebatan sengit mengenai rancangan undang-undang yang akan memperketat aturan bagi migran. Jerman juga mencoba mengubah kebijakan migrasinya setelah menerima permohonan suaka terbanyak pada tahun 2023 dan meskipun terdapat keuntungan bagi migran di pasar tenaga kerja.

Osama mengatakan sebagian besar pengungsi mencari perlindungan sebagai migran, pengungsi atau pencari suaka, yang mempunyai dampak berbeda terhadap lanskap sosial ekonomi negara-negara Eropa. Bahkan ada yang mengatakan bahwa para migran merupakan beban keuangan bagi pemerintah karena mereka tidak dapat menampung para pendatang baru tersebut secara finansial.

“Dampak jangka pendeknya terasa pada beban pajak karena tingginya biaya sosial dan rendahnya pengangguran,” ujarnya.

Namun, beberapa pihak berpendapat bahwa migran dapat memberikan kontribusi konstruktif terhadap manfaat fiskal dengan memasuki pasar tenaga kerja dan memberikan kontribusi terhadap keuangan publik negara, sehingga membangun struktur modal yang mengakomodasi peningkatan pasokan tenaga kerja. Melibatkan migran di sektor-sektor seperti layanan kesehatan, konstruksi, pertanian dan logistik juga dapat membawa manfaat yang mengurangi tekanan dan tekanan ekonomi.

“Migran berpotensi berkontribusi pada keuangan publik dalam bentuk pajak dan menerima manfaat,” tulisnya.

Menurut The Independent, berdasarkan laporan tahun 2023, ditemukan bahwa kasus Islamofobia di Inggris meningkat dua kali lipat dalam dekade terakhir, karena alasan seperti meningkatnya aktivitas sayap kanan, serangan anti-Muslim global, wacana politik, dll. dalam referendum Brexit. Hal tersebut pun langsung dirasakan oleh seorang sopir taksi bernama Zaf Iqbal. 

“Itu menakutkan. Sangat menakutkan karena mereka dijebak massa yang menyerang gedung tempat ibadah,” ujarnya sambil berurai air mata, dalam wawancara dengan The Independent, dikutip Senin (5/8/2024).

Bahkan, ia hidup bertahun-tahun sebagai warga negara Inggris dan sangat bergantung pada negara yang dipimpin Raja Charles untuk kehidupan ekonominya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *