iaminkuwait.com, MALANG – Sejak dahulu, Muhammadiyah memasukkan pemerintah ke dalam muamalah internasional. Disebut muamalah bagian duniawiyah karena tidak ada penjelasan yang jelas dalam Al-Qur’an tentang hakikat bumi. Tapi, hal itu selalu terlihat dalam ucapan dan tindakan Nabi.
Hal itu dipaparkan Ulama Abdul Mu’ti selaku Sekjen Pimpinan Pusat Muhammadiyah dalam temu narasumber dengan Darul Arqam Dirjen Dikti Muhammadiyah dan Aisyiyah, 29 Juni lalu. Acara yang digelar di Hotel Razy Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) ini akan dihadiri para senior manager dari berbagai perguruan tinggi di 5 wilayah Pulau Jawa.
Menurut Mu’ti, keadaan yang terjadi saat ini diketahui karena adanya hubungan antar manusia. “Bentuk pemerintahan itu habluminannas atau hubungan antar rakyat. Yang mengatur dan menentukan bentuk pemerintahan itu juga rakyat,” ujarnya.
Mu’ti juga mengatakan jika berbicara hubungan antar manusia tidak ada batasannya. Namun yang perlu ditekankan dalam hubungan antarmanusia adalah nilai sentral muamalah dan prinsip-prinsipnya. Topik ini telah dijelaskan dalam topik-topik utama muamalah yaitu jual beli, peminjaman uang, hutang dan penerimaan, masalah pertanian, kelompok, dll.
Jika kita berbicara tentang pemerintahan sebagai darul ahdi, maka jelas dijelaskan dalam bentuk pemerintahan Indonesia yaitu Pancasila. Dalam pernyataan politiknya, Muhammadiyah menjelaskan bahwa Pancasila tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Mari kita mulai dengan gambar, ide orisinal, dan gambar yang paling efektif. Bahkan, tokoh-tokoh Muhammadiya turut andil dalam terciptanya gagasan awal pemerintahan kesatuan Republik Indonesia yang tertuang dalam Piagam Jakarta.
Sebab menurut Muhammad, Pancasila mempunyai prinsip Islam sehingga tidak bertentangan dengan ajaran Islam, ujarnya.
Ia menambahkan, tokoh-tokoh Muhammadiyah seperti Kasman Singodimejo, Ki Bagus Hadikusumo, dan KH Kahar Muzakir juga terlibat dalam penciptaan Pancasila. Pancasila, khususnya sila pertama, sangat mirip dengan sila yang diajarkan Islam. Kepercayaan kepada tuhan yang maha besar menunjukkan bahwa Tuhan lebih baik dari syariat.
Muhammadiyah sebagai negara yang NKRI inginkan Baldatun tayyibatun warrabun ghafur. Menurut banyak ahli tafsir, baldatun tayyibatun wa rabbun ghafur berarti kota yang memadukan kebaikan alam dengan kebaikan masyarakatnya. Cara mewujudkan masyarakat yang demikian adalah dengan selalu beribadah kepada Tuhan, berakhlak mulia, taat kepada penguasa negara dan rakyatnya, membandingkan urusan dunia dengan urusan dunia, dan memohon ampun kepada Tuhan.
Di akhir, Mu’ti menyampaikan banyak perguruan tinggi muhammadiyah dan aisyiyah yang hadir dalam konferensi tersebut. Pimpinan Muhammadiyah harus turut serta membawa pemerintahan Indonesia menuju Baldatun Tayyibatun wa rabbun ghafur. Filantropi bisnis yang dilakukan Muhammadiyah merupakan salah satu wujud yang akan menjadikan Indonesia lebih baik di masa depan.
“Mari kita majukan AUM dan jadikan contoh bagi masyarakat. Agar masyarakat bisa berkata ‘Kalau mau lihat perguruan tinggi yang bagus lihatlah Muhammadiyah, kalau mau cari rumah sakit yang bagus lihatlah Muhammadiyah” Nah, dengan ini Cinta. ,Muhammadiyah bisa menggunakan konsep Islam yang progresif untuk mewujudkan Indonesia yang lebih baik,” tutupnya.