iaminkuwait.com, JAKARTA — Direktur Jenderal Pengawasan Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan, kredit bermasalah (NPL) perbankan jauh lebih rendah dibandingkan saat pandemi yang mencapai di atas 3 persen, bahkan dengan bunga. pada saat itu jumlahnya sangat rendah.
Oleh karena itu, risiko kredit perbankan yang ditunjukkan dengan NPL tidak hanya bergantung pada suku bunga saja, tetapi juga kondisi makroekonomi, khususnya pertumbuhan ekonomi keluarga, kata Dian di Jakarta, Sabtu (18/5/2024).
Selama bulan Maret 2024, profil kredit tetap stabil dengan NPL neto bank sebesar 0,77%, naik dari 0,82% pada bulan Februari 2024. NPL bruto tercatat sebesar 2,25% pada Maret 2024, sedangkan Februari lalu sebesar 2,35%.
Kebijakan mendorong pinjaman perbankan dalam konteks COVID-19 berakhir pada akhir Maret lalu. Dian tidak menampik adanya kemungkinan peningkatan NPL perbankan akibat peningkatan penyaluran kredit, terutama pasca penangguhan paket stimulus akibat COVID-19.
Namun, tingkat kesembuhan COVID-19 jauh lebih rendah dibandingkan tingkat kesembuhan pada awal pandemi. OJK menyebutkan total utang akibat restrukturisasi COVID-19 pada Maret 2024 mencapai Rp228 triliun atau 3,14 persen dari total utang.
Sedangkan hingga Maret 2024, kredit bermasalah (Non Performing Loan/LaR) perbankan (NPL+Kol 2+Restru Kol 1) tercatat sebesar 11,10 persen. Angka tersebut turun dari angka sebelum pandemi sebesar 9 persen menjadi 10 persen.
Dian kemudian mengingatkan, perbankan telah meredam kenaikan situasi kredit melalui pembentukan cadangan kerugian (CKPN) sehingga tidak berdampak signifikan terhadap pendapatan bank.
Untuk diketahui lebih lanjut, berdasarkan dokumen OJK, penggunaan insentif restrukturisasi pinjaman mencapai Rp830,2 triliun sejak program ini diluncurkan pada tahun 2020 hingga berakhir pada 31 Maret 2024. Sekitar 75 persen dari seluruh pinjaman yang menerima insentif adalah pinjaman mikro. , sektor usaha kecil dan menengah (UKM).