Mahasiswa Protes Kuliah Mahal, PTN-BH Diminta Terbuka dan tak Sembarangan Tentukan UKT

iaminkuwait.com, JAKARTA – Mahasiswa Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) dan Universitas Gadjah Mada (UGM) memprotes mahalnya biaya kuliah tunggal (UKT) di kampus masing-masing dalam rangka Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas). Besaran UKT yang semakin tidak terjangkau tentu memberikan beban bagi mahasiswa.

“Perlu ada respon serius terhadap maraknya protes mahasiswa terhadap besaran DUT yang ditetapkan kampus. Kampus harus berani mengkomunikasikan secara terbuka satuan biaya yang menentukan besaran UKT dan pembagiannya yang menentukan kelompok UKT mahasiswa. ,” kata Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda, Sabtu (4/5) “Kemendikbud juga harus berani memveto usulan besaran UKT yang ditawarkan PTN jika dianggap memberatkan mahasiswa,” ujarnya. sebuah pernyataan. 

Sekadar informasi, mahasiswa yang tergabung dalam Forum Advokasi Universitas Gajah Mada (UGM) melakukan protes di Hari Pendidikan Nasional. Pada aksi yang digelar di Aula UGM tersebut, disampaikan hasil survei yang menunjukkan 70 persen mahasiswa UGM menentang pembayaran UKT.

Sebelumnya, langkah serupa juga dilakukan mahasiswa Unsoed yang memprotes kenaikan DUT mahasiswa baru hingga kenaikan DUT dibatalkan oleh rektor. Diketahui, protes mahasiswa terhadap mahalnya biaya UKT kerap terjadi di berbagai kampus, khususnya PTN-BH, dalam beberapa tahun terakhir.

Huda mengatakan PTN dan Perguruan Tinggi Badan Usaha Milik Negara (PTN-BH) berhak menaikkan DUT mahasiswa. Meski demikian, kampus tidak boleh sembarangan dalam menentukan besaran UKT. Menurut Huda, ada ketentuan yang harus dipatuhi oleh PTN dan PTN-BH sebelum menetapkan kenaikan UKT mahasiswa. 

“Ada indikator yang mempengaruhi besaran UKT, seperti jenjang pendidikan, jenis bidang studi, lokasi kampus, dan fasilitas penunjang pendidikan yang dibutuhkan. Namun yang terpenting, keputusan UKT harus mempertimbangkan keterjangkauan biaya pendidikan bagi masyarakat dari semua lapisan masyarakat, ujarnya. 

Berdasarkan indikator-indikator tersebut, dapat dinilai apakah kenaikan UKT yang ditetapkan PTN dan PTN-BH wajar atau tidak wajar, lanjut Huda. Termasuk kenaikan UKT dari Universitas Jenderal Soedirman.

“Kampus juga harus berani menyampaikan kepada masyarakat alasan kemajuan DUT berdasarkan indikator yang tertuang dalam Permendikbud 25/2020. Dengan begitu, mahasiswa dan masyarakat tidak akan curiga. bahwa pendidikan dikomersialkan di lingkungan pendidikan kita,” katanya.   

Huda menjelaskan, polemik UKT terhadap Unsoed Purwokerto dan UGM menjadi bukti bahwa biaya pendidikan tinggi masih menjadi permasalahan besar bagi sebagian besar mahasiswa Indonesia. Oleh karena itu, wajar jika angka partisipasi kasar pendidikan tinggi kita saat ini masih tergolong rendah dibandingkan negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, bahkan Thailand. 

“Mahalnya biaya masih menjadi tantangan besar dalam menjamin akses pendidikan tinggi bagi masyarakat dari semua latar belakang. Ini harus menjadi catatan penting dalam evaluasi sistem pendidikan nasional kita,” ujarnya. 

Politisi PKB ini menilai perlu dikaji lebih jauh faktor apa saja yang menyebabkan biaya pendidikan tinggi di Indonesia begitu besar dan bagaimana kemampuan keuangan negara untuk mengatasinya. Saat ini, anggaran pendidikan tahunan kami lebih dari Rp 600 triliun. 

“Apakah pengendalian besaran anggaran sudah tepat atau memang perlu mempertajam prioritas alokasi anggaran agar biaya UKT mahasiswa kita bisa ditekan?” tanya Huda. katanya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *