Faktor Ras dan Keturunan Jadi Risiko Utama Anak Kena Alergi

Radar Sumut, JAKARTA – Dokter spesialis anak RS UI Dr. Andina Nirmala Pahlawati SPA mengatakan, faktor risiko spesifik tuan rumah atau anak seperti ras, keturunan, jenis kelamin, dan usia merupakan faktor risiko utama alergi yang terlihat pada kadar imunoglobulin. E dalam tubuh (sensitivitas).

“Pada pasien bule, kadar imunoglobulin E lebih rendah dibandingkan pada kulit hitam, hal ini menjelaskan kemungkinan faktor etnis, kemungkinan alergi lebih tinggi,” kata Andina dalam diskusi online di Jakarta, Kamis (25/4/2024). .

Faktor tuan rumah juga ditemukan pada keturunan orang tua yang memiliki riwayat alergi. Jika kedua orang tuanya memiliki alergi, maka anak mempunyai kemungkinan 60-90 persen mengalami alergi yang sama. Sebaliknya, jika hanya salah satu orang tua saja yang memiliki alergi, kemungkinan anak terkena alergi akan turun sekitar 30-50 persen. Namun, terdapat 12 persen anak yang tetap memiliki alergi meski orang tuanya tidak memiliki riwayat alergi.

Terkait faktor risiko gender, Andina mengatakan anak laki-laki cenderung memiliki antibodi imunoglobulin E lebih banyak dibandingkan anak perempuan. Namun, keadaan ini bisa berbalik ketika anak memasuki masa pubertas.

Reaksi alergi juga bisa spesifik tergantung usia yang dialami, ujarnya.

Faktor risiko lain anak menderita alergi adalah faktor lingkungan. Anak-anak yang menjadi perokok pasif atau perokok memiliki serum imunoglobulin E yang lebih tinggi sehingga lebih rentan terhadap alergi dibandingkan anak-anak yang tidak menjadi perokok pasif di rumah, kata Aninda.

Selain asap rokok, asap knalpot mobil dan pabrik juga berpotensi tinggi meningkatkan risiko alergi. Masalah lainnya adalah pola makan. Anak sering makan fast food. Makanan olahan meningkatkan imunoglobulin E pada anak. Dibandingkan anak yang sering diberi makanan anti inflamasi seperti buah dan sayur, terjadi penurunan imunoglobulin E. E, kata Andina. .

Gejala alergi yang umum pada anak antara lain ruam merah, gatal dan bengkak di bagian tubuh tertentu, reaksi bersin atau dingin, bengkak dan nyeri di dekat hidung akibat hidung tersumbat, batuk, atau diare. Gejala alergi juga bisa berupa reaksi parah yang disebut anafilaksis.

Pada kondisi ini, kata Andina, pembuluh darah melebar dan pecah sehingga menyebabkan cairan di dalam pembuluh darah berpindah ke luar pembuluh darah. Reaksinya bisa berupa pembengkakan pada kelopak mata, penyempitan saluran udara, yang harus segera dibawa ke unit gawat darurat.

“Yang paling menakutkan adalah pasien yang mengalami reaksi anafilaksis dapat mengalami keadaan yang mengancam jiwa karena tekanan darahnya turun dan merupakan keadaan darurat yang dapat mengakibatkan kematian jika tidak segera ditangani,” ujarnya.

Pengobatannya adalah dengan mengendalikan gejala tanpa mempengaruhi kualitas hidup anak, mencegah perkembangannya hingga dewasa, dan menemukan hal-hal yang menjadi penyebab alergi pada anak, seperti makanan atau faktor lingkungan yang menyebabkan alergi. Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan riwayat keluarga, tes imunoglobulin E, tes darah, tes tusuk kulit, dan obat anti alergi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *