Jika BI Naikkan Suku Bunga, Ini Sikap BCA

Radar Sumut, JAKARTA — Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BCA) Jahja Setiaatmaja mengatakan perseroan akan mengkaji terlebih dahulu kebutuhan dan permintaan bank jika Banki Indonesia (BI) segera menaikkan suku bunga. di masa depan. di masa depan.

“Kalau memang perlu, kita naikkan (suku bunga), misalnya naik atau tidak. Kalau masih dirasa cukup, kita tidak akan mengubahnya. Jadi menurut saya fleksibilitasnya tergantung situasi semua orang dan situasinya Bank,” kata Jahja saat jumpa pers di Jakarta, Senin (22/4/2024).

Jika BI menaikkan suku bunga, Jahja mengatakan BCA tidak akan menaikkan suku bunga. Ia mengatakan, perbankan akan lebih memperhatikan situasi dalam negeri untuk sementara waktu, bahkan beberapa bulan setelah BI menetapkan suku bunga baru.

“Kalau BI rate naik, maka kenaikan suku bunga pinjaman yang cepat mungkin tidak tepat. Kita harus lihat apakah itu perlu,” ujarnya.

Jahja mengatakan, kinerja BCA selama ini sangat baik, artinya tumbuh 17,1% kredit pada kuartal I 2024. Padahal, secara historis, kata dia, indikator kredit kerap tumbuh negatif pada kuartal I dan berusaha cukup menabung. uang dan memperluas pinjaman.

Jahja mengatakan, rasio pinjaman terhadap simpanan (LDR) BCA juga saat ini berada di kisaran 70-71 persen, artinya masih dalam kisaran yang sehat.

“Tapi sekali lagi, lihat kebutuhan kita. Kalau uang kita masih bagus, saya kira kita tidak akan langsung menaikkan (suku bunga di BCA). Suku bunga BI hanya sekedar angka atau dokumen,” dia dikatakan.

Seperti disebutkan sebelumnya, beberapa ekonom memperkirakan BI akan menaikkan suku bunga atau BI-rate untuk menjaga stabilitas nilai tukar terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

Pada hari kerja pertama atau Selasa (16/4) usai libur panjang Idul Fitri, rupiah anjlok hingga lebih dari Rp 16.000 per USD. Nilai tukar rupiah naik menjadi Rp 16.000 hari ini.

Mengomentari pelemahan rupiah belakangan ini, Jahja menilai pelemahan rupiah tidak serta merta dipicu oleh ketegangan politik di Timur Tengah.

Menurut dia, kebutuhan (permintaan) dolar AS pada kuartal I tahun ini sangat tinggi, salah satunya untuk persiapan Idul Fitri dan para pengusaha.

Seringkali pengusaha membutuhkan bahan-bahan produksi menjelang lebaran, sehingga permintaan terhadap produk luar negeri pun meningkat.

Jahja juga mengingatkan, banyak perusahaan besar yang mendistribusikan keuntungan pada kuartal I sehingga sebagian keuntungannya masuk ke investor asing.

“Apalagi kita lihat kemarin juga ada kerugian mata uang asing dari saham dan obligasi kita yang juga terkena dampaknya. Artinya kalau dibuang, ada penarikan dolar,” ujarnya.

Namun, Jahja juga memperkirakan permintaan dolar AS akan pulih. Sebab, nilai tukar rupiah bisa terdepresiasi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *