KSP: Penerapan Perdagangan Karbon Harus Optimal sebelum Oktober 2024

Radar Sumut, JAKARTA – Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menegaskan penerapan perdagangan karbon di Indonesia harus dilakukan dengan baik sebelum masa jabatan Presiden Joko Widodo berakhir pada Oktober 2024.

Hal itu disampaikan Moeldoko saat menerima Laksmi Dwanti, Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim (PPI) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) di Gedung Bina Graha, Jakarta, Jumat (19/04), lapor surat kabar tersebut. dirilis di Jakarta pada Sabtu sore.

“Rencana karbon adalah rencana presiden. Oleh karena itu penting untuk melakukan akselerasi dengan tetap fokus pada arahan presiden, yaitu menciptakan lingkungan ekonomi karbon yang berkeadilan, inklusif, adil dan transparan, kata Moeldoko.

Moeldoko menekankan pentingnya percepatan program dan harmonisasi regulasi, khususnya di bidang Komisi Ekonomi Nasional (TAK) terkait energi, limbah, proses industri dan pemanfaatan hasil pertanian, kehutanan, kehutanan dan lainnya. sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi seperti karbon biru.

Moeldoko mengatakan perlunya percepatan program dan penyesuaian regulasi terkait perdagangan karbon agar Indonesia dapat memanfaatkan kekuatan besar ekonomi pasar melalui metode perdagangan karbon dan pertukaran karbon.

Dikatakannya, potensi perdagangan karbon di Indonesia sangat tinggi karena kaya akan alam, apalagi banyak hutan tropis, padang rumput tropis dan berbagai organisme laut dan pesisir (blue carbon) berupa mangrove, padang rumput. dan obat-obatan. yang dapat menjadi sumber karbon dan sangat penting untuk mengatasi masalah iklim.

“Keuntungan kita banyak, potensi pasarnya juga besar, kebutuhannya ada. Namun perdagangan karbon dan pertukaran karbon tidak terjadi sesuai harapan. Kendala tersebut terdapat pada proses perencanaan dan koordinasi regulasi terkait pajak karbon dan penetapan batasan emisi karbon di banyak industri. “Ini perlu diselesaikan dengan cepat,” katanya.

Sementara itu, Direktur Jenderal PPI-KLHK Laksmi Dewanti mengatakan, dalam penyusunan peraturan tersebut, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan memastikan usulan langkah perdagangan karbon dapat membantu penurunan emisi, seperti yang dilakukan perjanjian NDC Paris.

Laxmi mengatakan ada dua jenis perdagangan karbon di Indonesia. Pertama, perdagangan emisi, yaitu dijualnya suatu batas atau kesepakatan batas emisi yang lebih tinggi, dan kedua, pengurangan emisi, yaitu perdagangan karbon yang mengacu pada jual beli dokumen penurunan emisi.

Rencananya pada Juni 2024, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan akan mengeluarkan kebijakan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tentang perdagangan karbon luar negeri sebagai hasil dari pilot project perdagangan karbon, ujarnya.

“Saat ini pembayaran berbasis hasil (RBP) sudah berjalan baik. Laksmi menambahkan, jadi Indonesia mendapat uang untuk kegiatan pengelolaan karbonnya, seperti pembayaran dari Global Climate Fund (GCF) dan Norwegia,” kata Laksmi.

Sekadar informasi, perdagangan karbon di Indonesia diatur melalui Keputusan Presiden No. 98 Tahun 2021, dan 21/2022 Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Presiden Joko Widodo meluncurkan perdagangan karbon melalui Bursa Karbon Indonesia (BKI) pada 26 September 2023.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *