Mau Bawa Kendaraan Listrik Naik Kapal? Ini Aturan Keselamatannya

Radar Sumut, JAKARTA – Kementerian Perhubungan (KEMENHUB) menerbitkan aturan pengelolaan armada angkutan kendaraan listrik agar lalu lintas tetap berjalan aman, tertib, dan mencegah risiko terjadinya kejadian yang tidak diinginkan.

“Meningkatkan pengawasan keselamatan kapal berbendera Indonesia yang membawa kendaraan listrik,” kata Kapten Antony Arif Priyadi, Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan, dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (6/4/). diumumkan.” 2024).

Antony menjelaskan aturan tersebut tertuang dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Perhubungan Laut Nomor SE-DJPL 12 Tahun 2024 tanggal 4 April 2024 tentang Pengelolaan Kapal Berbendera Indonesia yang Mengangkut Kendaraan Listrik.

Dikatakannya, surat ini ditujukan kepada Kepala Pelabuhan dan Dinas Utama Pelabuhan, Kepala Pelabuhan dan Dinas Khusus Pelabuhan, Kepala Pelabuhan dan Kepala Pelabuhan serta Kepala Pelabuhan. pelabuhan dan kepala pelabuhan. kantor unit pengelola pelabuhan di seluruh Indonesia.

Menurut Antony, penerbitan surat ini karena meningkatnya jumlah kendaraan listrik yang menimbulkan risiko kebakaran kapal selama proses pemuatan, serta untuk menjamin keselamatan kapal, muatan, dan awak kapal.

“Kami merasa perlu memberikan arahan kepada para kepala Unit Pelaksana Teknis Direktorat Jenderal Perhubungan Laut dan pemilik/operator kapal yang akan mengangkut kendaraan listrik,” kata Antony.

Antony menambahkan, berdasarkan transaksi tersebut, pengaturan pemuatan kendaraan listrik di kapal harus berada di tempat pemuatan yang telah ditentukan (designated warehouse) dengan memperhatikan beberapa hal penting, seperti ketersediaan ruang yang cukup.

“Jika memungkinkan, usahakan ditempatkan di tempat terbuka atau di dek, yang memiliki banyak udara, penghawaan alami dan penghawaan mekanis dan/atau sistem ventilasi yang memadai,” jelas Antoni.

Kemudian, pada pesawat dengan pintu ramp, sebaiknya posisikan kendaraan listrik sedekat mungkin dengan pintu ramp, dan memiliki pendeteksi suhu berupa perangkat pencitraan termal yang dipantau secara terpusat.

Selain itu, kendaraan disimpan di lokasi yang mempunyai alat pemadam api yang memadai untuk kebakaran yang timbul dari baterai/kendaraan listrik.

“Ruang yang digunakan untuk pengisian kendaraan listrik harus memiliki sistem drainase minimal 125 persen dari kapasitas pompa sistem sprinkler, serta memiliki jumlah selang kebakaran yang cukup dan selalu diawasi oleh CCTV,” tegas Antony .

Antony menegaskan, penerapan aturan tersebut harus disesuaikan dengan sifat kebakaran yang disebabkan oleh kendaraan listrik yang sangat cepat terbakar, bersuhu tinggi, sulit dipadamkan, dan mudah menyala kembali.

Potensi bahaya lain yang dapat menimbulkan sengatan listrik tegangan tinggi dan reaksi kimia yang digunakan bahan baterai untuk memadamkan api seperti CO2, bubuk busa, air bertekanan tinggi, kata Antony, akan memakan waktu lama. “

Ia menghimbau kepada seluruh Kepala UPT Direktorat Jenderal Perhubungan Laut untuk melakukan pemeriksaan terhadap kapal-kapal pengangkut kendaraan listrik dan memastikan kapal dan pemilik/operator kapal berupaya mencegah terjadinya kebakaran akibat pengangkutan kendaraan listrik.

Selain itu, terdapat detektor panas di kapal dalam bentuk perangkat pencitraan termal dan/atau detektor panas portabel.

Selanjutnya menyempurnakan Safety Management System (SMS) dengan menambahkan prosedur pengelolaan pemuatan kendaraan listrik di kapal dan penanganan kebakaran baterai.

“Pemilik/operator kapal harus melatih awak kapal untuk menangani muatan kendaraan listrik serta meminimalkan risiko, menjaga kendaraan listrik di tempat penyimpanan yang ditentukan dan melatih awak kapal untuk mencegah dan menangani kebakaran yang disebabkan oleh kendaraan listrik. Mereka juga seharusnya melakukan pekerjaan kapal” kata Antonius.

Selain itu, pimpinan UPTS juga diminta melakukan pendekatan kepada pemilik/operator dan awak kapal mengenai potensi risiko yang ditimbulkan oleh pengangkutan kendaraan listrik di kapal.

“Surat edaran ini mulai berlaku sejak tanggal diterbitkan yaitu tanggal 4 April 2024. Oleh karena itu, para kepala UPT Direktorat Jenderal Perhubungan diminta kepada Dirjen Perhubungan Laut untuk melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan surat edaran ini. ,” kata Antonius.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *