iaminkuwait.com, JAKARTA – Wakil Direktur Institute for Economic Development and Finance (Indef) Eko Listianto mengatakan target pertumbuhan ekonomi sebesar tujuh persen tampaknya tidak realistis. Eco mewakili rata-rata pertumbuhan ekonomi sejak era Soeharto yang berada di bawah tujuh persen.
“Dari masa Orde Baru hingga saat ini, belum termasuk krisis tahun 1998 dan pandemi tahun 2020, hampir tidak ada pemerintahan yang berhasil mencapai rata-rata tujuh persen,” kata Eko dalam penelitian bertajuk ‘Presiden Baru, Masalah Lama’” ‘Di Jakarta, Selasa (25/6/2024).
Ako menyatakan Indonesia menikmati pertumbuhan ekonomi sepuluh persen pada masa Orde Baru. Namun hal itu tidak berlangsung lama.
Eko berpesan agar pemerintah berpikir realistis dengan mempertahankan laju pertumbuhan ekonomi sebesar lima persen dibandingkan bermimpi mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar tujuh persen.
“Enam persen masih oke, tapi dengan kebijakan yang ada saat ini, belakangan ini cukup sulit mempertahankan bahkan lima persen. Indef juga memproyeksikan hanya 4,8 persen,” kata Eko.
Eco menilai pesimisme tersebut cukup beralasan mengingat daya beli masyarakat masih cukup rendah. Meski pertumbuhan ekonomi mendominasi kuartal I sebesar 41 persen, Eko mengatakan kontribusi terbesar datang dari konsumsi atau belanja pemerintah sebesar 20 persen.
Lebih lanjut Echo mengatakan, “Yang mengilhami hal ini adalah konsumsi pemerintah pada tiga bulan pertama sekitar 20 persen. Ini belum pernah terjadi dalam sejarah. Ini belanja tercepat dan tertinggi, biasanya hanya 8-10 persen, tapi sekarang dua kali lipat. ” ”
Echo mengatakan, konsumsi dalam negeri masih lesu meski saat lebaran. Ako menilai hal tersebut merupakan indikator melemahnya daya beli seseorang yang biasanya meningkat saat lebaran.
“Konsumsi dalam negeri saat lebaran tidak sampai lima persen, biasanya naik 40 persen. Kalau dulu pas lebaran berakhir, konsumsi biasanya di atas lima persen, inflasi naik, tapi tidak begitu Itu terjadi, lanjut Echo.
Pemanfaatan pendapatan masyarakat…