Radar Sumut, Paris – Ketua Dewan Pertimbangan Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Anindia Nubian Bakri menegaskan kondisi dasar perekonomian Indonesia cukup kuat menahan ancaman dampak krisis. pose di negara Timur Tengah Kondisi makroekonomi Indonesia tahan terhadap ancaman krisis, baik melalui eskalasi geopolitik maupun global.
Kepastian tersebut disampaikan Anindia saat bertemu dengan Sekretaris Jenderal Kamar Dagang Internasional (ICC), John Denton, di kantor pusat ICC di Paris, Prancis, Rabu (17/4/2024).
Kepada Sekjen ICC, saya menyampaikan optimisme bahwa fundamental perekonomian Indonesia cukup kuat untuk menahan tekanan dan ancaman krisis akibat meningkatnya ketegangan di Timur Tengah, serta tekanan yang dialami nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. .minggu ini,” kata Anindia dalam keterangannya.
Beberapa indikator menunjukkan kekuatan makroekonomi, di antaranya Indonesia masih mampu membukukan pertumbuhan di atas 5 persen. “Ketika perekonomian dunia hanya tumbuh rata-rata 2%, kita dan beberapa negara, seperti India dan Tiongkok, berhasil tumbuh di atas 5%,” ujarnya.
Indikator lainnya adalah tingkat inflasi yang terkendali, jauh di bawah negara maju OECD lainnya. Laju inflasi Indonesia berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Maret lalu sebesar 3,05 persen secara tahunan.
Adapun pelemahan nilai tukar rupiah yang mencapai level psikologis Rp 16.000 terhadap dolar AS, menurut Anindia, bukan kali pertama terjadi. Sebelumnya, pada April 2020, nilai tukar rupiah juga bernasib sama. Pelemahan nilai tukar tidak hanya dialami oleh Rupiah, namun juga mata uang regional lainnya.
“Hal ini disebabkan oleh kondisi geopolitik yang tidak jelas akibat pemanasan di Timur Tengah. Belum lagi meningkatnya perang dagang antara Amerika Serikat dan China,” jelasnya.
Anindia menegaskan, pemerintah dan Bank Indonesia sudah mempunyai pengalaman dalam menghadapi situasi penuh tekanan seperti yang terjadi saat ini. “Yang terpenting adalah komunikasi dengan dunia usaha terus terjalin sehingga dapat diambil kebijakan yang tepat sasaran,” ujarnya.
Ia menambahkan, indikator rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) juga berada dalam kisaran aman, yakni di bawah 40%. “Kita bandingkan dengan negara lain, rasio utang pasca Covid cukup banyak yang masih tinggi, bahkan di atas 100 persen,” ujarnya.
Transisi kepemimpinan
Sebelum John Denton, Anindia juga menegaskan bahwa kondisi demokrasi di Tanah Air juga mendukung kondisi perekonomian yang tetap memberikan kontribusi. Demokrasi di Indonesia terlihat dari proses peralihan kepemimpinan nasional dari Presiden Joko Widodo ke Prabo Subianto saat ini, pasca pemilu yang digelar pada Februari lalu.
“Sekitar 82% penduduk memilih, dan lebih dari separuhnya adalah generasi muda atau baru pertama kali memilih. Ini penting karena separuh penduduk dunia juga menghadapi pemilu tahun ini,” jelasnya.
Terkait hal tersebut, Anindia mengatakan Indonesia tidak hanya menjadi pemimpin ekonomi di ASEAN, namun juga menjadi satu-satunya negara ASEAN yang menjadi anggota G20. Selain itu, Indonesia saat ini sedang dalam proses bergabung dengan OECD.
“Dalam konteks global, Indonesia adalah kekuatan tengah ‘Global South’,” tegasnya.
Menanggapi hal tersebut, John Denton menyambut baik posisi Indonesia sebagai harapan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi global. Lebih lanjut, Indonesia juga diharapkan menjadi kekuatan penyeimbang geopolitik global. Terlebih lagi, posisi Indonesia di Indo-Pasifik adalah negara dengan populasi Muslim terbesar, kata Sekjen ICC.
ICC adalah lembaga yang mempromosikan sistem perdagangan dan investasi internasional. ICC memiliki jaringan di lebih dari 170 negara yang mencakup lebih dari 45 juta bisnis, mulai dari perusahaan kecil dan menengah hingga perusahaan multinasional besar.