UGM Kelola Kesehatan Mental Bagi Mahasiswa Calon Dokter Spesialis

Radar Sumut, SLEMAN — Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan UGM (FK-KMK) menerapkan manajemen kesehatan jiwa bagi mahasiswanya sekaligus menyelenggarakan program pelatihan profesi dokter (PPDS).

Berbagai upaya pengelolaan telah dikembangkan, pertama, pemeriksaan kesehatan terhadap seluruh peserta didik yang berpotensi menjadi dokter spesialis pada awal proses pendidikan.

“Kedua, atur jam kerjamu

Upaya ketiga adalah memberikan pendidikan manajemen gejala depresi berkelanjutan bagi pelajar yang berpotensi menjadi profesional medis. Keempat, memberikan layanan tim psikolog jika terdapat gejala depresi.

“Bisa juga menggunakan jasa psikolog secara tatap muka melalui internet untuk menjamin kerahasiaan proses konseling,” ujarnya.

Selain itu, kelima, melakukan pemantauan berkala terhadap status pendidikan dan pengembangan calon mahasiswa program doktor profesional oleh dosen pembimbing. Bantuan berkelanjutan dalam pendidikan kedokteran khusus berperan penting dalam meningkatkan kualitas pendidikan, karena tidak menutup kemungkinan bahwa siswa akan menghadapi berbagai tantangan dalam proses pendidikan, seperti: beban kerja layanan darurat 24 jam yang tinggi, peningkatan perhatian oleh institusi atau penyedia hibah pendidikan. Kasus dan komplikasi serius serta kebutuhan untuk memenuhi tujuan akademik tepat waktu.

Yodi menambahkan, proses skrining kesehatan jiwa merupakan salah satu contoh pengelolaan kesehatan jiwa siswa. Proses pemeriksaan kesehatan mental atau pemeriksaan siswa harus memperhatikan pemilihan alat pemeriksaan untuk memastikan validitas data, mempertimbangkan pertimbangan etis, dan menjaga kualitas data.

“Hasil skrining awal bukanlah kesimpulan akhir atau alat untuk mendiagnosis status kesehatan siswa,” ujarnya.

Menurut dia, hasil skrining tersebut dilanjutkan dengan tahapan pemeriksaan lebih lanjut seperti pemeriksaan oleh dokter spesialis kesehatan jiwa. Oleh karena itu, hasil studi pendahuluan tidak dipublikasikan karena dapat menimbulkan salah tafsir, pelanggaran etika atau stigmatisasi terhadap institusi atau kelompok tertentu seperti mahasiswa atau calon tenaga medis.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *