Sosiolog Soroti Tradisi Pertunangan Anak di Madura

Radar Sumut SURABAYA – Sosiolog Universitas Airlangga (Unair) Bagong Suyanto menyoroti video bocah yang terlibat di Madura yang viral di media sosial. Bagong mengatakan, praktik pernikahan anak masih mewabah di Madura. Tradisi ini disebut Abekalan.

“Tradisi Abekalan merupakan bagian dari proses menjaga hubungan sosial dan hubungan antar keluarga,” kata Bagong, Rabu (24/4/2024).

Bagong mengatakan praktik ini bertentangan dengan upaya pemerintah dalam melindungi anak dari dampak negatif pernikahan dini. Salah satunya adalah disahkannya undang-undang perkawinan yang lalu.

Usia minimal untuk menikah dalam aturan tersebut adalah 19 tahun. Menurut Bagong, hal ini merupakan sebuah langkah maju agar anak-anak mempunyai kesempatan mengembangkan diri dan melanjutkan pendidikan.

“Saat ini zaman telah berubah. Anak perempuan khususnya mempunyai banyak kesempatan untuk mengembangkan diri. Jika bertunangan muda, risiko menikah muda sangat besar. Peluang anak Anda untuk melanjutkan sekolah mungkin terpengaruh; ” dia berkata.

Departemen Bago menegaskan kesadaran terhadap hak-hak anak harus diutamakan. Selain itu, ia menekankan pentingnya komunikasi orang tua mengenai dampak tradisi tersebut.

“Orang tua berhak merencanakan anaknya seperti ini. Orang tua juga perlu memahami tanggung jawabnya untuk memberikan masa depan terbaik bagi anak-anaknya. Oleh karena itu perlunya mendidik orang tua tentang hak-hak anak dan dampak jangka panjangnya. Kita bertanding lebih awal,” ujarnya.

Pemerintah terhadap hak-hak anak, pemimpin agama, Kolaborasi dengan organisasi sekunder lainnya direkomendasikan. Karena Indonesia masih mengakar kuat pada nilai-nilai agama, kata dia, maka ikatan antara anak dan orang tua dalam konteks ini sangat erat.

“Pemerintah harus pintar menggunakan pendekatan yang efektif untuk mengubah pola pikir masyarakat,” ujarnya.

Pemerintah Provinsi Bago menegaskan, pemerintah daerah harus meningkatkan kesadaran masyarakat. Ia juga menyarankan agar Pemda Madura bisa membuat peraturan daerah yang memberikan sanksi bagi pelanggarnya.

“Anak-anak perlu mendapatkan pendidikan yang layak di sekolah dan orang tua perlu mengubah pandangan mereka tentang pembentukan teman sebaya sejak dini. Dengan pandangan yang setara tersebut, pendekatan pemerintah bisa lebih efektif,” ujarnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *